Tetap Terhubung

Info Update

Sejarah 3 Pasar Tertua Di Jakarta

Diterbitkan

pada

Jakarta, infopasar.id – Pasar memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat Indonesia, selain sebagai muara dari produk-produk rakyat, pasar juga berfungsi sebagai tempat untuk bekerja yang sangat berarti bagi masyarakat.

Sejak zaman penjajahan kegiatan pasar beserta para pedagangnya berkembang secara ilmiah.

Ada 3 pasar tertua di Jakarta, yakni pasar Tanah Abang, pasar Jatinegara, dan pasar Senen.

– Pasar Tanah Abang
Pasar Tanah Abang atau Pasar Sabtu dibangun oleh Yustinus Vinck, pada 30 Agustus 1735. Yustinus Vinck mendirikan Pasar Tanah Abang Pasar atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patras. Izin yang diberikan saat itu untuk Pasar Tanah Abang adalah untuk berjualan tekstil serta barang kelontong dan hanya buka setiap hari Sabtu. Oleh karena itu, pasar ini disebut Pasar Sabtu. Pasar ini mampu menyaingi Pasar Senen (Welter Vreden) yang sudah lebih dulu maju.

Pada tahun 1740 terjadi Peristiwa Geger Pecinan, yaitu pembantaian orang-orang Tionghoa, perusakan harta benda, termasuk Pasar Tanah Abang diporakporandakan dan dibakar.

Pada tahun 1881, Pasar Tanah Abang kembali dibangun dan yang tadinya dibuka pada hari Sabtu, ditambah hari Rabu, sehingga Pasar Tanah Abang dibuka 2 kali seminggu. Bangunan Pasar pada mulanya sangat sederhana,terdiri dari dinding bambu dan papan serta atap rumbia dari 229 papan dan 139 petak bambu.

Pasar Tanah Abang terus mengalami perbaikan hingga akhir abad ke-19 dan bagian lantainya mulai dikeraskan dengan pondasi adukan. Pada tahun 1913, Pasar Tanah Abang kembali diperbaiki.

Pada tahun 1926 pemerintah Batavia membongkar Pasar Tanah Abang dan diganti bangunan permanen berupa tiga los panjang dari tembok dan papan serta beratap genteng, dengan kantor pasarnya berada di atas bangunan pasar mirip kandang burung. Pelataran parkir di depan pasar menjadi tempat parkir kuda-kuda penarik delman dan gerobak.

Di situ tersedia kobakan air yang cukup besar, dan di seberang jalan ada toko yang khusus menjual dedak makanan kuda. Beberapa puluh meter dari toko dedak ada sebuah gang yang dikenal sebagai Gang Madat, tempat lokalisasi para pemadat. Pada zaman pendudukan Jepang, pasar ini hampir tidak berfungsi, dan menjadi tempat para gelandangan.

Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang.

Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diremajakan, diganti dengan 4 bangunan berlantai empat, dan sudah mengalami dua kali kebakaran, pertama tanggal 30 Desember 1978, Blok A di lantai tiga dan kedua menimpa Blok B tanggal 13 Agustus 1979. Pada tahun 1975 tercatat kiosnya ada 4.351 buah dengan 3.016 pedagang.

– Pasar Jatinegara
Pasar Jatinegara adalah sebuah pasar yang berada di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Pasar ini berdekatan dengan Pusat Grosir Jatinegara, Sinar Timur Jatinegara, SMP Negeri 14 Jakarta dan Stasiun Jatinegara. Pasar ini dahulu bernama Mester Passer (Pasar Mester) dan pasar ini di lalui oleh Trem Batavia. Pasar ini juga disebut Pasar Kamis karena dahulu pasar ini dibuka setiap hari kamis.

Pada masa penjajahan Belanda, Jatinegara merupakan pusat dari kabupaten yang dikenal sebagai Meester Cornelis. Kabupaten Jatinegara saat itu meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman, Tebet, Kramat Jati, Mampang, Pondok Gede, Pasar Rebo, Pancoran dan Kebayoran.

Nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942. Meskipun demikian, nama Jatinegara yang berarti ‘negara sejati’ itu sudah dipopulerkan oleh Pangeran Ahmad Jayakarta saat dia mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum di wilayah Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Versi lain mengatakan bahwa nama Jatinegara diadaptasi dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada masa pendudukan Jepang, sehingga nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara.

Pada pertengahan abad ke 17, Belanda memberikan izin pembukaan hutan di sebuah kawasan yang jaraknya kira-kira 15-20 kilometer dari Batavia kepada Cornelis Senen (seorang guru agama Kristen).

Cornelis Senen adalah seorang keturunan Portugis yang berasal dari Lontor, Pulau Banda. Dia mampu berkhotbah dalam bahasa Melayu maupun Portugis (Kreol). Cornellis Senen biasa dipanggil Meester yang berarti tuan guru. Konon dia ditolak oleh panitia ujian saat dia ingin menempuh ujian untuk menjadi seorang pendeta pada tahun 1657. Bisa jadi dia ditolak karena dia bukan asli keturunan Belanda.

Namun, dia diberi hak untuk membuka hutan dan menebang pohon jati di tepi sungai Ciliwung. Hutan yang dibukanya kini menjadi daerah padat penduduk yang dikenal sebagai Jatinegara. Nama Meester sendiri diabadikan menjadi Pasar Meester.

– Pasar Senen
Pasar Senen atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Senen merupakan pasar tertua yang ada di Jakarta. Dinamai Pasar Senen karena pedagangan di pasar ini yang awalnya berlangsung setiap hari Senin dan didominasi oleh masyarakat etnis Tionghoa.

Dalam perjalannya nama pasar ini berubah menjadi Vinck passer (merujuk kepada arsitek pengembangnya Yustinus Vinck). Pasar ini dibuka pada 30 Agustus 1733, di kawasan yang dahulu dinamakan Weltevreden.

Waktu pembangunan Pasar Senen bersamaan dengan waktu pembangunan Pasar Tanah Abang, yakni pada 30 Agustus 1733 oleh seorang tuan tanah yang juga seorang arsitek bernama Yustinus Vinck dari lahan milik anggota Dewan Hindia bernama Corrnelis Chastelein.

Meskipun awalnya pasar ini hanya dibuka pada hari Senin, namun pada tahun 1766, pasar yang ramai dikunjungi ini akhirnya dibuka untuk hari selain hari Senin.

Dalam perkembangannya wajah pasar Senen serta kawasan di sekelilingnya senantiasa berubah. Selama lebih dari 274 tahun kawasan pasar ini menyimpan banyak cerita dan sejarah terjadi didalamnya.

Di era pra kemerdekaan (1930-an), kawasan sekitar pasar Senen merupakan kawasan berkumpulnya para intelektual muda serta para pejuang bawah tanah dari Stovia. Beberapa pemimpin pergerakan seperti Chairul Saleh, Adam Malik, juga Soekarno dan Mohammad Hatta, acap menggelar pertemuan di kawasan ini.

Di zaman penjajahan Jepang (1942) hingga tahun 1950-an, kawasan sekitar Pasar Senen menjadi tempat favorit berkumpulnya para seniman dari era pujangga baru. Mereka dijuluki Seniman Senen. Nama-nama seperti Ajip Rosidi, Sukarno M. Noor, Wim Umboh, dan H.B. Jassin muncul dari Senen.

Memasuki era 1970-90-an, nama kawasan Pasar Senen semakin membesar dan tumbuh sebagai pusat ekonomi dan hiburan. Bahkan saat pertunjukan film bioskop mulai dikenalkan di Jakarta, Senen tak ketinggalan. Dua gedung Bioskop “Rex” dan “Grand” dibangun guna memenuhi keinginan masyarakat akan hiburan.

Fenomena kehebohan kawasan Pasar Senen sebagai pusat perekonomian dan hiburan semakin menjadi saat Gubernur Ali Sadikin mencanangkan pembangunan “Proyek Senen” yang dilengkapi fasilitas gedung parkir melingkar. Itulah lokasi gedung parkir pertama yang ada di Jakarta.

Lanjutkan Membaca
Klik untuk komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *